Malam ini aku sudah rapih dengan bajuku. Aku tak sabar menanti pagi. Menanti ulang tahunmu. Menanti satu kejutan yang seharusnya dipersembahkan untukmu, namun malah aku yang sangat berbahagia.
Jujur saja, aku tidak pernah menyangka, aku bisa secepat ini jatuh cinta pada kawan baruku.
Walau kusadari perasaan sialan ini tidak akan pernah berbalas sama sekali. Karena kau sudah memiliki kekasih yang menurutmu lebih penting dari apapun. Bahkan janji-janji kita yang sangat sederhana pun dapat semudah itu kau ingkari karena adanya pendamping hatimu yang sementara itu.
Aku sadar, aku bukan siapa-siapa. Tetapi intinya, aku tak berharap banyak dari perasaan ini. Tak berbalas pun tidak apa. Asalkan aku sudah bisa menjadi teman (yang tidak dianggap oleh) mu saja, itu sudah lebih dari cukup. Mungkin tulisan ini terbaca sangat berlebihan, tapi kalau kau bisa menemukan satu celah untuk memasuki jiwaku guna membaca pikiranku ini, kamu akan tahu, mengapa tulisan ini terlihat berlebihan. Karena isinya hanyalah kamu.
5 Hari sebelum malam ini, aku sibuk mencari kado yang cocok untukmu. Aku tidak ada pilihan lain. Selain uangku yang pas-pasan, juga nafsuku yang tidak sabaran untuk membelikan kado terbaik buatmu, aku membelikanmu satu hadiah yang mungkin terlihat biasa saja, namun bagiku, ini adalah istimewa. Maka kubelikan sebuah baju untukmu. Simpel. Warnanya hitam. Entah kamu suka ataupun tidak, yang penting aku bahagia karena aku dapat membelikanmu kado sederhana itu.
Kulampirkan kado itu pada sebuah bingkisan kecil beserta ucapan sederhana, Selamat Ulang Tahun. Lalu kuniatkan akan kuberikan kado ini selepas jam 12 malam nanti. Padahal aku sendiri meragu, karena aku tidak tahu pasti, kapan ulang tahunmu yang sebenarnya.
Jujur saja, aku masih marah padamu karena kau telah menyepelekan janjimu untuk jalan bersamaku. Dan kulihat kau malah bersama kekasihmu itu. Kau berikan aku senyuman tulus sekaligus permohonan maaf saat dijalan aku mendapatimu bersamanya. Aku tahu mata itu. Mata yang selalu memberikan sinar harapan tiap kali aku berada di hadapannya. Mata yang bagai selalu bisa membawaku ke satu warna ke warna lainnya. Tidak ada warna hitam. Sehingga setelah melihat mata itu bercahaya lagi dihadapanku, aku bagai bisa merasa mudah untuk memaafkanmu.
Malam ini, tanpa kuduga, kau berada di rumahku. Hal itu bahkan terjadi saat aku hendak ingin tidur saja dan melupakanmu selupa-lupanya. Dan kuakui, itu tidak berhasil sama sekali. Aku melompat dari kasur ketika melihat sosokmu dari jendela. Sialan. Dia.
Kau memberikan senyuman terindah lagi untukku. Lagi. Dan lagi, aku tergoda lagi. Aku berharap ini bukanlah rayuan ataupun akal-akalanmu saja untuk memberikan harapan palsu padaku. Nyatanya, tidak seimbang; aku tetap tergoda.
Ini hampir pukul dua belas malam. Dan aku bertanya sekali lagi, apakah besok adalah ulang tahunmu yang sebenar-benarnya? Dan jawabmu adalah, Ya. Disitulah saat terindah aku dapat memberikanmu kado terindahku itu. Dan kau tersipu penuh terkejut. Kau tak pernah menduga bahwa aku akan memberikanmu hadiah ulang tahun. Dan kau menjawab penuh haru, "Terima kasih banyak sekali"
Aku mengangguk sambil menjawab; "Sama-sama. Selamat ulang tahun"
Selamat ulang tahun, wahai kuda putih yang secepat kilat berlari diatas derunya pasir, tanpa sanggup tangan ini meraihmu. Selamat ulang tahun wahai mobil balap, yang bahkan aku sendiri tidak sanggup untuk berdiri di tengah jalan dan menyuruhmu untuk berhenti. Selamat ulang tahun wahai angan, yang mungkin hanya bisa kugapai, lewat memejamkan mata, menghayalkanmu dengan berbagai adegan aneh. Berharap kau menjadi miliku selamanya. Walau itu sangatlah mustahil. Tapi aku berbahagia, karena aku masih bisa mendapatkan senyuman manismu.