Gua bahagia, sekarang Gua sangat akrab sekali dengan sosok perempuan di warung internet itu. Velita.
Gua selalu bersamanya. Gua selalu berusaha untuk menjaganya.
Tiga hari ini terlalu menyenangkan untuk dilewati bersamanya.
Wangi tubuhnya yang membuat gua senang. Walau kadang kala sering mengesalkan, tapi
kutetap menjaganya. Dan gua berusaha sekeras mungkin untuk melumpuhkan pikiran tentang manusia satunya lagi. Alika.
"Dimana?" Tiba-tiba Alika, si sosok manusia dengan seribu harapan yang kini kutinggalkan itu mengirimkanku
pesan singkat berupa pertanyaan sederhana. Hatiku berguncang melinu. Dag Dig Dug.
Gua gak tau harus gembira atau harus membiarkannya. Mana pula Gua sedang bersama Velita, lagi.
Gawat. Harus bagaimana ini?
Kupinjam handphone Velita untuk membalas SMS si pemberi harapan palsu itu.
Karena pada saat itu, gua sedang tidak memiliki saldo pulsa untuk membalasnya.
Dia mengetahuinya. Dia cemburu. Dia nampak tidak senang.
Gua bingung bukan main. Gua berpikir keras, memikirkan bagaimana caranya untuk menjelaskan semuanya.
Ternyata, Alika, si manusia penuh pengharapan palsu itu meminta bantuanku untuk mengerjakan tugasnya.
Hampa menyertaiku lagi hari ini. Gua takut. Velita mengetahuinya. Gua meyakinkannya, bahwa ini tidak ada apa-apa.
Hanya sekadar membantunya mengerjakan tugas. Velita masih meragukanku. Sampai akhirnya, gua membuat suatu
perjanjian dengannya. Perjanjian tak penting. Sebatas jari kelingking. Beruntung, Velita mau dan menyetujuinya.
Gua segera pergi dari tempatnya. Kali ini gembira luar biasa menyertaiku lagi.
Gua menemui Alika kerumahnya. Dia terlihat menawan dengan mimik wajah yang biasa, namun tidak memudarkan cahayanya.
Gua senang sekali bisa melihatnya. Dia bertanya harus bagaimana dan dimana untuk mengerjakan tugasnya.
Gua bilang, "Kerjakan di warnet saja!". Dia menyetujuinya. Masuk kerumah beberapa saat untuk mengambil sesuatu.
Gua memejamkan mata sejenak. Tak menduga akan pergi dengannya. "Ya Tuhaaaaann.... ini pertama kalinya gua bisa
pergi bersama dengannya. Walau hanya ke warung internet!". Ini benar-benar mustahil. Keajaiban terbesarmu
kau tiupkan kepadaku. Gua sangat senang hari ini. Walau sedikit egois karena meninggalkan seseorang disana.
Maafkan Aku, Velita.
Kamipun segera pergi ke warung internet yang jaraknya lumayan jauh. Sengaja mengajaknya terlalu jauh agar bisa menikmati malam
sekali seumur hidup ini dengannya. Tak jarang, tapi seperti biasa.
Kebodohan dan kecanggungannya membuatku muak.
Kamipun tiba di warung internet. Sesedikit mendongak ke arah wajahnya penuh malu. Gemas.
Serasa ingin mencubiti pipinya.
Tugasnya hanya sederhana, Gua pun bisa menyelesaikan semuanya.
Mungkin dia menyalutkan kecerdasanku dalam bidang ini.
Selesai. Gua mengesalkan keselesaian tugasnya. Mengapa cepat berlalu. Padahal ingin sekali selalu bersamanya.
Lalu kami pergi ke tempat fotocopy bersama untuk menjilid kertas-kertas tugasnya.
Gua hanya bisa menikmati pandangan indah yang jarang sekali kulihat selama ini, setelah sekian lama hanya bisa mengaguminya.
Hampir satu tahun aku disini, dan baru kali ini bisa melamati wajahnya sedekat ini.
Menghayal bibir manisnya yang akan kucium dikeramaian orang. Sedikit gila.
Penjilidan pun selesai. Tapi diotakku punya serangkaian cara untuk membuat waktu bertahan lama.
Gua pergi ke rumah sahabatku yang jaraknya lumayan jauh dari sini. Sesampainya, sahabatku ternganga-nganga bisa melihatku
bersama Alika. Seseorang yang kuidam-idamkan dikehidupanku selama hampir setahun ini.
Gua bahagia. Ya Tuhan, aku masih tak menyangka, kau akan sebaik ini kepadaku.
Kamipun bergegas pulang setelah darisana. Benar-benar pulang. Smiley sedih tertera diwajahku. Walau berusaha kelihatan datar.
Dia kembali pulang penuh senyuman kental diwajahnya. Senyuman paling indah yang tak pernah kutemui sebelumnya. "Terima kasih!" Katanya.
Gua bersedih, waktuku bersamanya hanya sesingkat ini. Padahal gua berharap lebih. Tapi tak mengapa. Terima Kasih Tuhan, kau sangat baik malam ini.
Akupun kembali pada Velita. Bisa dibilang sedang menungguku kembali, atau menunggu kehadiran seseorang yang lain.
Ketika kusampai dan mendekatinya, Dia berkata, "Kok cepat sekali??"
Gua tersenyum indah. Menikmati pandangan wajahnya, yang kubayangkan adalah wajah Alika tadi.