Kamis, 10 Juli 2014

Monas

Jakarta, 2 Agustus 2013

Gua sama Alvin, sama Ian dan Arie, pergi ke Monas for the First Time.
Jujur ini baru pertama kalinya gua ke Monas, kesannya gua gak menghargai Indonesia banget
 Bertahun-tahun netap di Jakarta tapi gak pernah ke monas.

Makanya gua bikin planning ke Monas pas bulan puasa kemaren,
bareng anak-anak BB. Sekalian temu kangen juga kan?
3 Tahun gak pernah ketemu, gua sibuk sekolah di Gorontalo.
Akhirnya kesampean juga ketemu ama mereka.
 Seru deh. 












and, puasa tahun ini, 3 Juli 2014. Gue pergi ke monas lagi
bareng temen-temen, tapi sayangnya
pas udah motret2, memori card temen gue itu, Dyo,
pas mau dimasukin ke laptop.
Tiba-tiba semua datanya gak ada!
ambles! ilang semua kemakan virus!
sial! makanya dah, gua cuma
punya satu foto. beruntung banget.

The One and Only picture of Monas, Jekardah






Ice Cream Lawson

Asli yaa.. saat gua balik ke Tangerang, gua pergi ke suatu tempat mini market plus tempat nongkrong gitu..

Lawson Villa Permata Sari, Taman Ubud, Tangerang.

Tempatnya cool, keren banget sampe gue nemu salah satu Ice Cream yang paling nyess gua coba

Enaknya bukan main.. standart sih garnishnya..
tapi rasanya.. beuh..


 
FIX!! Kalian mesti coba!!! HAHAHA~ ROTFL

Just Little Things


How I loving, if the beloved is still waiting for?









Rabu, 09 Juli 2014

Diam Diam Cinta

    Tiga tahun. Tiga tahun penantian ini. Tiga tahun menunggunya secara diam-diam ini masih menjadi favoritku.
Begitu juga dengan dia. Dia selalu menjadi favorit dari sekian banyaknya favoritku. Dialah alasanku menunggu. Dialah alasanku terdiam dengan keterpukauan hati ini padanya.
Dialah salah satu alasanku kenapa aku betah tinggal dan mengontrak sebuah rumah di perumahan milik Kota Depok ini.
Salah satu kota berkembang yang menurutku tiada duanya. The Great City.

Dia adalah seorang yang kupuja selama bertahun-tahun lamanya. Dia adalah tetanggaku. Pria yang selalu kusambut dengan senyuman. Pria yang selalu kulihat wajahnya namun tetap samar.
Pria yang kubayangkan dalam tidurku yang membuat gulingku menjadi korban dalam pelukan khayalanku dalam terpejam. Pria yang kucinta ini berbeda satu tahun denganku. Dia lebih tua dariku.
Aku senang, saat pertama kali datang dan pindah ke perumahan ini. Dengan tatapan yang sangar. Hati yang membeku. Bibir yang cemberut. Kuharus belajar mandiri sejak menduduki bangku dua SMA.

Aku pindahan dari Tangerang, kotaku. Menuju Depok, aku dititipkan sebuah rumah oleh Ayahku. Ayahku yang selalu sibuk. Tak pernah ada waktu untuk menemaniku.
Dia selalu asik dengan hobinya yang aneh, pulang pergi ke luar kota. Dinas disana. Aku tak tahu apakah pekerjaan terlalu penting untukku sampai harus mengorbankan tanggung jawab Ayah di rumah.
Aku kesepian. Terlebih saat ia memutuskan untuk menempatkanku di Depok. Aneh rasanya. Ayah tak mempunyai waktu senggang lagi untuk bersama. Pekerjaannya adalah anak emasnya menurutku.

Aku mengontrak sebuah rumah di perumahan cempaka di sudut Kota Depok. Memandang jenuh pada tiap-tiap rumah yang kuperhatikan satu persatu. Perumahan yang tergolong sepi. Tak pernah ramai kecuali ada satu acara keluarga yang berkumpul.
Aku suka membayangkan perkumpulan yang ramai dirumahku. Keluarga lengkap. Penuh kebahagiaan bersama. Tapi mimpi sederhana itu tak akan pernah ada untukku. Bagai mengharap orang mati hidup kembali. Ibuku.
Merindukannya bagai senyuman pahit dihidupku. Merindukan gelak tawanya dua tahun lalu. Merindukan pelukan hangatnya dini dulu. Mengingat kasih sayangnya sebelum sakitnya menggerogoti hatinya.

    Saat ini aku hanya bisa merenungkan rumah baruku. Rumah yang nasibnya serupa denganku. Sepi. Sedih. Sunyi. Diam. Bisu. Hening.
Kala ku keluar untuk mendinginkan badan sejenak lewat angin malam. Seseorang melintasiku dengan sepeda motornya yang berbunyi berisik. Dia tak mengenakan helm.
Hanya jaket hitam dan celana jeansnya yang terlihat. Rambutnya gondrong seleher. Poni tebalnya nampak mencuci mata. Aku terpukau oleh pemandangan indah yang terjadi dua detik itu.
Singkat wajahnya langsung tersimpan di otakku. Dari otak, turun ke Hati. Kusimpan baik-baik wajahnya. Kuberikan sebuah bingkai paling spesial dihati ini.
Dia tidak sempat melihatku. Kuikuti saja kemana arahnya berjalan. Rumahnya disini. Lima rumah dari rumahku. Rumah itu terlihat biasa saja, tapi yang menempatinya sangat luar biasa.
Diam-diam, aku mengintipnya lamat-lamat, dia sedang memasukkan sepeda motornya ke dalam rumahnya. Satu detik. Dua detik. Tiga detik. Dia menutup pintu pagarnya. Sedih.

Tapi tak mengapa, toh, aku sudah tahu dimana letak rumahnya. Seru deru hati ini berguncang lebih cepat dari biasanya. Cinta itu datang. Jauh-jauh ke Kota, kudapatkan Mahkotaku yang sesungguhnya.
Cahayaku yang baru saja menyala silau. Matahariku yang barusaja datang menerbitkan terang. Aku tersenyum gereget. Emosiku campur aduk dengan kegiranganku kali ini.
Lepas landas sudah masalahku yang kupikirkan. Ada seseorang yang nampaknya akan membuatku betah disini. Dia. Laki-laki yang barusaja kulihat.

Malam ini kuberusaha memejamkan mata. Meredupkan cahaya. Memutar alunan musik melankolista. Tapi apa yang kudapat?
Ritual yang selalu kulakukan saat hendak ingin tidur itu tak bekerja. Aku tak bisa tidur. Insomnia lebih tepatnya.
Sekarang sudah pukul dua belas lewat tengah malam. Hatiku masih berguncang. Mengeram hebat. Bibirku tersenyum gemas. Kalah yang biasanya.
Gara-gara dia aku tidak bisa tidur. Dialah penyebab dari semua kekacauan tidur nyenyakku ini. Sebal.

    Sekarang aku sudah resmi menjadi mahasiswa di Unviersitas Indonesia, Depok. Sudah seminggu kudisini dan mengenal berbagai macam karakter yang berbeda.
Sudah seminggu juga, aku sibuk mengerjakan tugas-tugas dari Dosen. Dan, sudah seminggu juga aku merindukan dia. Sudah seminggu ini, batang hidungnya tak terlihat.
Remang cahaya matanya tak terkucap. Suara motornya tak terdengar. Aku bingung, kemana dia pergi?

Aku mencoba keluar sejenak, menenangkan pikiran, dengan sepasang kabel mini headset menempel di telingaku. Kupasang musik paling indah sedunia, Cinta takkan kemana-mana milik Petra.
Aku sedang menyukai lagu ini. Berulang kali terus kuputar. Berulang kali memainkan lagunya. Sembari berharap yang kutunggu kan kunjung datang.
Menerka-nerka gemilau cahaya matanya yang sipit.

Sampai ku membelokkan kepalaku ke samping kanan, ku bertemu sang ksatria itu. Pangeran yang membawa sepeda motornya. Pangeran cinta dengan mahkota menawan.
Dia melintasiku lagi. Kali ini dia melihatku, tapi tak tersenyum. Beberapa singkat ku senyumi dirinya, dia hanya kembali mengendalikan motornya.
Tak membalas senyumanku. Tak menggubris ekspresi hatiku yang bahagia saat melihatnya.

    Aku tak menyerah, menunggunya hingga kini. Berusaha membuatnya menyadari akan kehadiranku selama enam bulan ini.
Tak melakukan apa-apa. Setiap hari hanya menunggunya. Menantinya. Kucari tahu segala sesuatunya lewat tetangga.
Bakti, namanya. Bekerja di salah satu pabrik makanan ringan ternama. Aku gembira setelah mengetahui beberapa hal dalam hidupnya.
Setiap hari aku berusaha keluar rumah saat bersamaan dengan waktunya berangkat kerja. Aku melihatnya. Gembira bukan main.

Aku berpikir dalam hati. Lamat sekali. Berusaha membuat suatu usaha yang mungkin sedikit bodoh. Aku bingung. Usaha apa yang tepat untuk membuatnya melihatku.
Jangan untuk sebagai kekasih, deh. Jadi temannya pun, aku sudah bersyukur sekali. Aaaahh... satu ide paling cemerlang menempel diotakku.
Aku segera berlari ke dapur. Memasak sebuah masakan paling istimewa yang seringkali kupelajari dari almarhumah Ibuku.
Memasak opor ayam paling enak sejagad turun temurun keluargaku. Kata Ibuku, aku sangat cerdas dalam bidang masak memasak.

Taraaaa.. Opor ayamnya sudah selesai. Kutaruh ditempat tupperware istimewa, berwarna merah muda. Kelihatan lucu. Melambangkan perasaanku padanya.
Memejamkan mata geregetan sejenak. Berharap mendapat respon positif darinya. Atau bahkan mungkin, membuatnya mengetahui akan perasaanku yang sebenarnya terhadapnya.
Dengan menghirup napas sejenak, aku berjalan dengan biasa. Menuju rumahnya beberapa rumah darisini.
Tak kusangka, orangnya berada di teras rumahnya, sedang mencuci motornya. Aku tak menyangka. Dadaku bergetar kuat sekali. Aku takut. Aku gugup.
  "Permisi..." Kataku dengan senyuman paling menawan yang kuciptakan.
Dia menoleh. Dia menoleh kepadaku. Ya Tuhaaaaaaannn... ini pertama kalinya aku bertatap muka dengannya. Empat bulan lamanya kuterdiam merindukannya. Baru kali ini aku melihat parasnya lengkap mempesona.
  "Iya.." Dia tersenyum. Dia tersenyum kepadaku. Ya Tuhaaaan... jangan lagi... aku malu dibuatnya. Salah tingkah. Kegatelan. Dia membukakanku pintu. Ya Tuhan, aku layaknya Tuan Putri saat ini.
  "Ini, ada sedikit buat kamu!" Kataku. Sambil memejamkan mata. Geregetan. Aku memberikan tempat makan itu padanya.
  "Apa ini??" Matanya menatapku dengan gigi yang menyengir lucu.
  "Opor Ayam!" Kataku. Senyuman indah masih terpampang nyata diwajahku.
  "Waah.. makasih banyak, yah.." Katanya.
  Aku hanya bisa tersenyum dan mengangguk.
  "Kamu tetangga baru itu, ya??" Tanyanya.
  "Iyah..."
  "Namaku Bakti!" Dia mengangkat tangan, memintaku untuk menjabatnya.
  Aku menjabat tangannya. "Nina!" Walau ku sudah mengetahui namanya, aku tetap memanfaatkan situasi ini. Tangannya menempel di tanganku tak kulepaskan. Tapi dia melepaskannya.
  "Mau masuk??" Dia menawariku untuk masuk ke dalam rumahnya. Satu moment yang tak boleh diewatkan.
  "Mau!!" AKu memasang wajah paling bodohku saat itu. Dasar bodoh. Tuhan, aku malu.
  Dia hanya tersenyum, memperlihatkan giginya yang amat putih seputih wajahnya. "Ayo silahkan masuk" Ajaknya.

Aku masuk ke dalam rumahnya. Duduk diteras dengan secangkir coklat panas buatannya. Sangat membuatku ingin memeluknya.
Badannya yang tak terlalu berisi itu sepertinya bisa sedikit menghangatkanku. Aku memperhatikannya. Kita bercerita. Terus bercerita.
Ada perasaan nyaman aku dengannya. Itu Cinta. Itu cinta yang kutunggu. Bodohnya aku, kenapa tidak dari dulu begini. Ah, tapi tak apa, toh sekarang aku sedang bersamanya.

Lama kelamaan, dia terlalu sering bersamaku. Sesekali mengantarku ke kampus. Nonton. Hang-out bersamanya. Aku sangat senang sekali bisa menjadi seakrab ini dengannya.
Tapi aku tak mungkin mengutarakan perasaanku yang sebenarnya kepadanya. Aku ini wanita, tak mungkin aku menyatakannya lebih dulu. Walaupun aku sangat ingin sekali menjadi kekasihnya.
Menjadi seorang yang disandang statusnya. Menjadi bagian paling penting dalam hidupnya. Tapi setelah kupikirkan genderku ini apa, sangatlah tak mungkin untuk bisa menyatakannya begitu saja.
Aku bukan lelaki yang bisa main bicara begitu saja pada lawan jenisnya. Aku hanya wanita yang hanya bisa mencintainya dalam diam. Walau sudah tiga tahun ini aku selalu bisa memandangnya lebih dekat.
Mengenalnya lebih dekat. Tapi sampai kinipun, aku juga belum mengetahui apa yang sebenarnya perasaan yang dia rasakan padaku. Aku bingung harus bagaimana. Sudahlah. Yang penting, aku sudah bisa masuk ke dalam hidupnya.
Menjadi yang paling pertama, hadir dan menemani suka dukanya. Sahabat, aku mencintaimu.

    Dia jatuh sakit. Kutahu berita itu via BBM. Akupun beranjak dari sofa milik di ruang TV-ku. Ada laptop di meja, menganga terbuka. Tempatku menuliskan semua isi hatiku di laptop ini.
Saat aku hendak berdiri menghampiri pintu. Tiba-tiba pintu berdetak dengan sendirinya. Ada yang mengetuknya. Siapa itu kutak tahu. Aku segera membukanya. Dia. Dia yang mengetuk pintu ini.
Dengan wajah yang pucat pasi. Mata yang bengkak dan suhu tubuh yang tak biasanya.
  "Astaga, Bakti.. Aku baru mau kesana.. Kamu ngapain kesini??" Tanyaku.
  Orang yang selama tiga tahun kukagumi itu tak menjawab. Dia terlihat letih sekali.
  "Yaudah masuk dulu yuk!" Aku tak menunggu jawabannya, segeralah aku menopang badannya yang letih dan dengan hebat bisa kesini saat kondisi buruk melandanya malam ini.

Kubaringkan dia di sofa yang kusinggahi tadi. Ku ambilkan selimut tebal nan lembut dari kamarku. Ku pakaikan dengan nyaman selimut itu padanya.
Lalu, aku menuju dapur untuk membuatkannya segelas teh manis hangat untuk meredamkan demamnya. Kugunakan cangkir paling indah untuk menyambutnya.
Astaga! Aku tersadar. Pikiranku kacau. Mati ini. Aku kebingungan bukan main, kala teringat kepala laptop yang masih terbuka, dengan data yang masih menganga.
Aku takut. Gawat. Aku segera terbirit menuju ruang depan lagi dengan segelas air teh hangat ini.

Aku terlambat. Dia yang terbaring tadi, kutemui sudah dalam posisi duduk dan asik membaca. Dengan serius dia membaca.
Aku terbujur kaku di belakangnya. Aku malu bukan main. Aku resah. Aku gelisah. Aku takut.
Dia menoleh ke arahku. Ekspresinya canggung saat mengetahui aku berdiri dibelakangnya.
  "Maaf, Nin.. Aku gak sengaja.." Katanya, canggung. Ekspresinya tak biasa kulihat dan kurasakan. Dia bernada aneh.
  Aku duduk disebelahnya, menaruh teh manis hangat itu di meja dekat laptop sialan itu. "Nggak apa-apa, Bakti.."
  Tiga detik kami berdiaman. Dia berbicara, "Jadi benar kamu suka sama aku??"
  Aku menoleh, mengangguk malu-malu. "Cinta lebih tepatnya."
  Dia tersenyum. Lama kelamaan senyuman itu melebar dengan sendirinya. "Aku juga cinta sama kamu, loh.." Katanya.

Ya Tuhan, apa yang barusan kudengar? Apa ini sekadar lelucon? Apa ini hanya jenaka saja? Apa telingaku yang salah mendengar.
Aku terkesiap bukan main. Dengan perasaan yang masih tak menyangka, kubertanya, "Kamu yakin?"
Awalnya dia terdiam, setelahnya dia tersenyum dan mengangguk polos.

Aku pun tersenyum dan berdiam lamat, seketika memandangi sekali lagi wajahnya yang pucat karna sakit.
Dia juga terdiam. Kami berdua masih berdiaman lamat.
  "Selama tiga tahun ini, kamu menungguku??" Dia membuka suara dengan pertanyaan.
  Seperti biasa, aku tersenyum dan mengangguk dibuatnya.
  "Aku juga! Menunggumu selama tiga tahun ini. Tak berani mengungkapkannya padamu!" Katanya.
  Aku hanya memejamkan mata. Geregetan lagi. Kegatelan. Tak tahu harus berbuat apa saat-saat seperti ini.
  "Kamu mau??"
  "Mau apa?" Tanyaku, bingung.
  "Mau jadi kekasihku??"

Astaga Tuhaaan... dia menyatakan cintanya padaku. Apa yang harus kulakukan.
Aku bingun setengah mati. Lama sekali kuberbicara. Menjawab ya atau tidak. Mengangguk atau menggeleng.
  "Maaf, Bakti.. Aku gak bisa..." Kataku dengan nada pasrah dan penuh penyesalan yang kukatakan padanya.
  Bakti terkesiap, mendadak sehat sepertinya. "Loh, kenapa??"

  "Aku lebih suka menunggumu lebih lama dibanding harus memilikimu. Aku lebih suka menikmati perasaan ini. Perasaan yang tak pernah kau tahu. Jadi lebih baik, kita begini saja, ya... berteman lebih baik. Diam-diam cinta, lebih kusuka. Walau sekaran kau sudah mengetahui perasaanku terhadapmu, Bakti!"

Lensa Cembung

Hey Guys.. kali ini gue mau ngebahas satu artikel tentang

project film pendek terbaru gue
yang berjudul : "LENSA CEMBUNG".

Planningnya film ini bakal gue tayangin di Blog Resmi
DHENDY PICTURES sama Channel Resmi Youtube Gue.
Agustus 2014 nanti.

Sekuel
film ini nyeritain tentang satu Geng bernama Lensa Cembung yang terkenal
di sekitar tempat tinggal mereka.
Geng ini dipimpin oleh: DANI. dengan dua anggota lain:
RAGA & SADAM.
Satu hari beberapa teror ngedatengin Geng mereka,
dari mulai akun facebook masing-masing anggota yang di bobol,
sampe surat kaleng teror yang gak jelas.

Disini peran gue sebagai Dani. Yang arogan. Junkiest.
Udah bener-bener kecanduan banget ama Narkoba, dan selalu
ngutamain persahabatannya. ngutamain nama baik Gengnya.
Disini bakal nyeritain awal mula terciptanya geng sampe seluk beluknya.


Dani, Raga dan Sadam ini, bertemen banget, pokoknya setia kawan banget.
Berbeda banget sama persahabatan-persahabatan yang lain.

Dani sama Raga disini udah bersahabat sejak mereka kecil, jadi feel friendship
mereka berdua dapet di film ini. Raga disini pun orangnya penakut, cuek, penasaran
banget sama segala sesuatu yang berhubungan dengan Fandi, si anak baru yang pengen
banget masuk ke Geng Lensa cembung.


Sedangkan Dani dan Sadam bertemu saat Dani pergi ke satu counter pulsa langganannya,
dan terkejut ketika Sadam yang menjadi pegawainya.
                              
Sadam orangnya tuh baik, care banget sama geng lensa cembung, tapi selalu takut dengan segala kemungkinan yang akan terjadi. Kadang Dani suka ilfil banget sama sikapnya yang terlalu polos.
Selalu negatif thinking. Dan itu makan konflik juga di film ini.




Dani disini juga punya mantan pacar yang sangat sayang banget sama dia, namanya NINA.
Nina disini karakternya care banget sama Dani, lembut banget sama Dani, pokoknya kepingin banget Dani sembuh dari OverDrugsnya. Dan masih ngarepin Dani untuk kembali bersama dia. Tapi naas Dani tahu kalo Nina udah punya anak hasil pernikahannya dengan Junot, teman SMA-nya dulu.

Gue masukin NILA SARTIKA untuk meranin karakter Nina pada film
ini. Karakter yang cocok dengan aslinya. Dengan wujud ekspresi, emosi dan pengembangan mental dan fisik yang cocok banget sama karakternya di film ini. Gue ngajak dia kerjasama lagi pada film ini karna gua udah liat kemampuan sama skillnya dalam berakting lewat film : "Istri Yang Teraniaya". Jadi gak repot lagi deh kalo ngajakin dia untuk kerjasama lagi.

Sama halnya gua pake HASYIM HILAL ARSYAD untuk meranin karakter Junot di film ini. Yang cuek, biasa aja, cinta banget sama Nina. Kepo. Benci banget kalo denger Nina dan Dani bertemu. Tapi ujung-ujungnya kalah juga sama Nina, dan mengalah menjadi solusi yang tepat bagi Junot untuk menjaga hubungan tumah tangganya dengan Nina, terlebih mereka sudah memiliki seorang anak, bernama AKBAR. Yang diperanin oleh AKBAR SHALEH dimana dia adalah adik kandung dari NILA SARTIKA.



Si Dani ini juga bergantung banget sama sahabat terdekatnya, yang udah di anggep kayak kakaknya sendiri,
tak lain seorang pengedar Narkoba.

Namanya GIO. Panggilannya; BANG GIO.
Sampe akhirnya, si Bang Gio ini nggak mau banget liat Dani tuh overdrugs terlalu dalem. Bisa dibilang takut banget si Dani mati.
Mungkin karna udah di anggep Adek juga kali ama si Bang Gio ini, makanya dia juga khawatir kalo si Dani kenapa-napa.
Akhirnya dia nggak mau jual-beli barang ke Dani lagi.
Dani ngerasain keganjilan pada sikap Bang Gio disini, yang tiba-tiba mendadak pelit, dan tidak mau bekerjasama atau bertransaksi barang dengannya. Tapi satu keadaan nanti membuat Dani tau, kalau Bang Gio hanya menginginkan yang terbaik untuknya.


Ada juga anak baru yang ngebet banget pengen masuk di Geng Lensa Cembung. Namanya FANDI. seperti yang gua bahas di karakter Raga.

Fandi orangnya cuek. Ambisius banget pengen masuk ke geng  ini. Gak tau kenapa, kesambet angin apa,
dia ngebbbbbeeettt banget pengen masuk di geng lensa cembung.
Dani Menyerah, karena Fandi yang selalu memaksa.

Akhirnya, dengan beberapa tes, rasa kasian dan pengen nambahin anggota baru di Geng ini.
Dani, Raga dan Sadam pun menerima dan meresmikan Fandi ke geng mereka.
Konflik Fandi disini terjadi sama Raga yang selalu memandang curiga sama dia. Tapi Fandi gak terlalu
nganggepin serius. Karna dia pengen ngejaga kepedulian dia sebagai anggota baru yang care sama geng ini.



Kesulitan
Kesulitannya di film ini, karna gue yang nyutradarain dan plus berperan di film ini,
jadi, paling cuman gimana caranya ngaduin emosi yang berbeda di film ini. Dan untuk perdana kalinya gua jadi seorang pecandu yang udah over banget, dan tempramental banget. Di bilang egois, enggak, cuman gue gak mau Geng yang udah berjalan 4 tahun ini, berhenti ditengah jalan.
Kalo menurut gue, akting di film ini gak susah-susah amat, karna tempramental juga sebagian dari sifat gue, ciyaelaah...
Tapi gak berlebihan banget kayak Dani di film ini. Jadi gue enjoying banget.


Kendala
Kendala saat melakukan shooting, paling cuaca sama waktu aja kali yaa.. karna beberapa pemain kadang ada yang harus sekolah, les, n kuliah.
jadi paling kendala makan di waktu doang sama cuaca yang saat ini lagi marak banget musim UJAN.


Proses Shooting
Proses Shooting gue masuk di tanggal 6 juni 2014, makan waktu sekitar dua bulanan lebih lah, untuk nyutradarain film ini. Dan itu amat teramat hardwork banget buat gua. Capek sih enggak, cuman karna
artis-artisnya temen-temen sendiri, jadi enjoy aja lewat beberapa jenaka mereka.


Keunikan
Keunikannya di film ini, gue nambahin beberapa karakter yang berbeda.
Dengan banyak karakter dengan emosi yang berbeda. Sesuai mental dan fisik artisnya juga sih.
contoh kayak : ALGA CANDRA NUGRAHA yang jadi BANG GIO di film ini, dia sesuai banget sama karakter yang gua cari. Beler. Pucet. Cocok banget sama karakter drugs human.
 
Terus ada juga NILA SARTIKA sama HASYIM HILAL ARSYAD, dimana mereka satu pasangan yang satu scene juga di film ini. Nampakin karakter asli mereka di keseharian mereka sama dengan karakter yang di film ini.



Poster and Wallpaper
Gue nyediain dua poster dan wallpaper yang imaginatif sama seri kehidupan di film ini.
dengan warna dan saturasi antara hitam, kuning dan biru. Masuk banget ke dalem seluk beluknya film ini.
Poster pertama, seperti gambar paling atas pojok kanan, itu poster pertama yang sesuai dengan naturalistik
dengan konsep yang terjadi di film ini.

Sedangkan poster kedua, versi "Special Appearances". bertujuan memperkenalkan pemain-pemain baru
pada film ini, dengan memunculkan penampilan khusus, perdana kalinya dengan kerjasama artis dan management.


Pokoknya filmnya bakalan seru banget. Karna mungkin beberapa scene udah kekumpul tinggal proses editing penyatuan, musik, suara dan kontras warna gambar.
See you later on DHENDY PICTURES, Guys.. ;)



Cast:DHENDY REZQY ADHITYA as DANI
IING HERLAMBANG as SADAM
RAKA AAN ARDIANSYAH as RAGA
ASEP SUMANTRI as FANDI
NILA SARTIKA as NINA
ALGA CANDRA NUGRAHA as GIO
HASYIM HILAL ARSYAD as JUNOT
ALVIN IMANTAKA as ALVIN


Produced and Directed By :
DHENDY REZQY ADHITYA


Production:
DHENDY PICTURES

Colaborrations with:
DRA KINDOM & MORE DHENDY'S PRODUCTIONS

Senin, 07 Juli 2014

Rasa Hati 2

    Gua bahagia, sekarang Gua sangat akrab sekali dengan sosok perempuan di warung internet itu. Velita.
Gua selalu bersamanya. Gua selalu berusaha untuk menjaganya.
Tiga hari ini terlalu menyenangkan untuk dilewati bersamanya.
Wangi tubuhnya yang membuat gua senang. Walau kadang kala sering mengesalkan, tapi
kutetap menjaganya. Dan gua berusaha sekeras mungkin untuk melumpuhkan pikiran tentang manusia satunya lagi. Alika.

"Dimana?" Tiba-tiba Alika, si sosok manusia dengan seribu harapan yang kini kutinggalkan itu mengirimkanku
pesan singkat berupa pertanyaan sederhana. Hatiku berguncang melinu. Dag Dig Dug.
Gua gak tau harus gembira atau harus membiarkannya. Mana pula Gua sedang bersama Velita, lagi.
Gawat. Harus bagaimana ini?

Kupinjam handphone Velita untuk membalas SMS si pemberi harapan palsu itu.
Karena pada saat itu, gua sedang tidak memiliki saldo pulsa untuk membalasnya.
Dia mengetahuinya. Dia cemburu. Dia nampak tidak senang.
Gua bingung bukan main. Gua berpikir keras, memikirkan bagaimana caranya untuk menjelaskan semuanya.

Ternyata,  Alika, si manusia penuh pengharapan palsu itu meminta bantuanku untuk mengerjakan tugasnya.
Hampa menyertaiku lagi hari ini. Gua takut. Velita mengetahuinya. Gua meyakinkannya, bahwa ini tidak ada apa-apa.
Hanya sekadar membantunya mengerjakan tugas. Velita masih meragukanku. Sampai akhirnya, gua membuat suatu
perjanjian dengannya. Perjanjian tak penting. Sebatas jari kelingking. Beruntung, Velita mau dan menyetujuinya.

    Gua segera pergi dari tempatnya. Kali ini gembira luar biasa menyertaiku lagi.
Gua menemui Alika kerumahnya. Dia terlihat menawan dengan mimik wajah yang biasa, namun tidak memudarkan cahayanya.
Gua senang sekali bisa melihatnya. Dia bertanya harus bagaimana dan dimana untuk mengerjakan tugasnya.
Gua bilang, "Kerjakan di warnet saja!". Dia menyetujuinya. Masuk kerumah beberapa saat untuk mengambil sesuatu.

Gua memejamkan mata sejenak. Tak menduga akan pergi dengannya. "Ya Tuhaaaaann.... ini pertama kalinya gua bisa
pergi bersama dengannya. Walau hanya ke warung internet!". Ini benar-benar mustahil. Keajaiban terbesarmu
kau tiupkan kepadaku. Gua sangat senang hari ini. Walau sedikit egois karena meninggalkan seseorang disana.
Maafkan Aku, Velita.

Kamipun segera pergi ke warung internet yang jaraknya lumayan jauh. Sengaja mengajaknya terlalu jauh agar bisa menikmati malam
sekali seumur hidup ini dengannya. Tak jarang, tapi seperti biasa.
Kebodohan dan kecanggungannya membuatku muak.
Kamipun tiba di warung internet. Sesedikit mendongak ke arah wajahnya penuh malu. Gemas.
Serasa ingin mencubiti pipinya.
Tugasnya hanya sederhana, Gua pun bisa menyelesaikan semuanya.
Mungkin dia menyalutkan kecerdasanku dalam bidang ini.
Selesai. Gua mengesalkan keselesaian tugasnya. Mengapa cepat berlalu. Padahal ingin sekali selalu bersamanya.

    Lalu kami pergi ke tempat fotocopy bersama untuk menjilid kertas-kertas tugasnya.
Gua hanya bisa menikmati pandangan indah yang jarang sekali kulihat selama ini, setelah sekian lama hanya bisa mengaguminya.
Hampir satu tahun aku disini, dan baru kali ini bisa melamati wajahnya sedekat ini.
Menghayal bibir manisnya yang akan kucium dikeramaian orang. Sedikit gila.

Penjilidan pun selesai. Tapi diotakku punya serangkaian cara untuk membuat waktu bertahan lama.
Gua pergi ke rumah sahabatku yang jaraknya lumayan jauh dari sini. Sesampainya, sahabatku ternganga-nganga bisa melihatku
bersama Alika. Seseorang yang kuidam-idamkan dikehidupanku selama hampir setahun ini.
Gua bahagia. Ya Tuhan, aku masih tak menyangka, kau akan sebaik ini kepadaku.

    Kamipun bergegas pulang setelah darisana. Benar-benar pulang. Smiley sedih tertera diwajahku. Walau berusaha kelihatan datar.
Dia kembali pulang penuh senyuman kental diwajahnya. Senyuman paling indah yang tak pernah kutemui sebelumnya. "Terima kasih!" Katanya.
Gua bersedih, waktuku bersamanya hanya sesingkat ini. Padahal gua berharap lebih. Tapi tak mengapa. Terima Kasih Tuhan, kau sangat baik malam ini.

Akupun kembali pada Velita. Bisa dibilang sedang menungguku kembali, atau menunggu kehadiran seseorang yang lain.
Ketika kusampai dan mendekatinya, Dia berkata, "Kok cepat sekali??"
Gua tersenyum indah. Menikmati pandangan wajahnya, yang kubayangkan adalah wajah Alika tadi.

Sabtu, 05 Juli 2014

Maaf, Baru Aktif lagi.

Hello Guys... Udah lama ya gua nggak nge-post di blog ini...
udah 2 tahun malah... hehehe...
banyak yang bilang kalo blog ini kena hack, ada yang bilang juga kalo
gue udah gak mau ngurus blog ini lagi.. bahkan ada yang bilang juga kalo gua
udah MATI!! WaDUUUHHH... HAHAHA...

Tapi tenang.. setelah dua tahun vakum, gue bakalan sharing lagi
tentang hal-hal kecil yang mungkin akan sedikit bermanfaat untuk
lo lo semua yang ngerasa GAHOOOOLLLL alias GAUL... Ciyaelah... wkwkkk

oyah, ada one question kenapa gua udah gak pernah ngurus blog ini lagi?
jawabannya, karena gua lagi sibuk nulis sama bikin film-film pendek gitu..
thanks to read... read more on my blog... NOW UPGRADED! :)

Rasa Hati

Tangerang, 30 Juli 2013.

Pertama kali gua balik lagi kesini. Ke kota kelahiran gua ini.
Gua menganggap semuanya bakalan biasa aja. Gak ada yang special.
Keterpurukan ini selalu bersama gua, dimanapun gua berada.

Tapi saat itu, semuanya berubah. Saat gua ngeliat mata itu.
Saat gua ngeliat raganya yang berbelok ke arah gua.
Saat senyumannya tersambut dimata gua.
Gua gak sadar akan tatapan itu. Gua hampir tertipu.

Kemudian hari, gua mulai memimpikan senyuman itu lagi.
Mulai merindukan wajahnya yang samar itu lagi.
Menginginkan raganya yang masih terbayang di benak gua.

Beberapa hari, gua selalu merindukan kehadirannya,
walau cuma melintasiku sejenak. Dengan tatapan singkat selama detik itu berjalan,
bagi gua itu terasa berhenti lama.
Hati ini selalu menyimpan namanya ketika gua hampir mengetahui semua tentangnya. Hampir.
Alika, namanya.

Sedikit gila, gua selalu menantinya setiap hari. Hanya untuk melihat dia melintasi gua sepintas.
beradu tatap satu detik. Bermain rasa dengan riang. Walaupun perasaan itu tak pernah
dan takkan terbalas karena bodohnya gua sebisa mungkin menutupi perasaan nakal ini.

Gua melewati jalan lain. Ada seseorang lagi disana. Gua melihatnya, nampak biasa saja.
Gua melarikan diri dari tempat itu secepat kilat.
Gua mulai menentukan hati. Kembali saja pada yang pertama kali kujatuhi hati.

Saat itu, segala cara kuhalalkan untuk hubungan yang takkan pasti ini,
sedekat mungkin gua berusaha untuk bisa lebih dekat dengan Alika.
Walau memang gua dan dia saling mengenal, tetap ada yang gua inginkan; perakraban lamat.

Gua meminta nomor teleponnya. Alika memberikannya. Betapa senang hati gua.
Gua bahagia, tapi bahagia itu sedikit sirna, ketika dia selalu meminta segala sedemikian rupa padaku.
Dan gua selalu mengiyakannya, karna kupikir, itu yang terbaik untuk hubungan biasa ini.

Gua bertemu lagi dengan orang satunya lagi. Yang ini berbeda. Dia tersenyum penuh keindahan
dari mata dan bibirnya. Saat itu, gua bahagia, karna masih ada harapan pada orang yang baik hati.
Gua percaya itu. Velita, namanya.

Tapi beberapa hari kemudian, Velika, si manusia dengan harapan baru itu mulai
tak terlihat lagi batang hidungnya. Gua merindukan wajah itu. Membuat gua harus kembali lagi
pada si manusia pertama yang kali kulihat lagi, Alika. Gua gak tau harus berbuat apa.

Beberapa bulan gua tak bertukar kabar lagi dengan Alika.
Ia juga udah mulai tak meminta apa-apa lagi padaku.
Gua membingungkan hal ini. Seketika itu, gua berpikir, mungkin dia sudah tak membutuhkanku lagi.

Malam, pukul sepuluh. Gua mendapat SMS dari Alika.
Hati gua kembali tergugah gembira, SMS dari orang yang kusayang akhirnya tersampaikan.
Dia meminta tolong lagi. Dan gua mengiyakannya lagi. Gua dengan seribu kebodohan gua itu
mulai kambuh lagi. Ku iyakan lagi.

Gua pikir itu SMS terakhir dari Alika. Setelah berbulan-bulan lamanya,
Dia sudah lama tak datang-datang dengan sejuta kematrealistisnya.
Gua bingung, mungkin dia bukan buat gua. Sedih.

Sedemikan rupa, sosok Velita, si manusia kedua dengan harapan yang selalu tersenyum padaku
itu mulai kembali. Dia mulai terlihat lagi. Gua sangat senang bukan main.
Gua sangat terkagum-kagum atas sikap sopan santun dan kebaikan hatinya.
berbeda jauh dengan Alika. Yang satu ini nampak membuatku lebih nyaman.

Seketika gua dan teman gua sedang hang-out bersama. Seketika itu gua membicarakan Alika,
si manusia pertama kali kulihat itu. Gua bertanya pada sahabat;
"Apa Alika memiliki kekasih?. Mengapa tak pernah kulihat wajah kekasihnya itu?"

Tuhan Maha Besar, ia mengijinkanku untuk melihatnya dnegan lelaki lain disana dengan mesra.
Gua bersedih. Sahabat-sahabat terdiam bersamaku. Manusia yang kucinta diam-diam itu
memiliki kekasih lain. Gua sedih. Sakit hati.

Gua berniat pulang di malam minggu kelabu itu. Dengan menerima kenyataan memahitkan.
Seketika kucoba untuk memotret sesuatu dengan sebuah kamera digital. Tak kusangka,
kartu memori dari kamera itu terkunci dan tidak bisa kugunakan.
Gua bingung. Bingung seperti orang bodoh. Gua dan sahabat berusaha mencari segala solusi.
Tetap tak terkendali.

Situasi kali ini sangat kacau galau. Apes. Kesal.
Sudha melihatnya dengan laki-laki lain, kali ini harus
menghadapi kekesalan pada kartu memori ini.

Gua dan sahabat berusaha mencari solusinya lagi.
Gua harus mencari internet, agar bisa tahu, apa penyebab terkuncinya kartu memori ini.
Ini sudah larut malam, tidak ada warung internet yang buka. Semuanya tutup.
Tidak ada warung internet yang buka 24 jam, tidak seperti di kotaku sebelumnya, Gorontalo.

Gua gak menyerah. Kucari lagi solusinya.
Ah, otakku tertuju pada warung internet yang jaraknya beberapa dari kompleks rumah yang tak pernah kusentuhi.
Masuk pun kutak mau. Jorok. Tapi gua segera melumpuhkan pikiran itu.
Berlari sekencang mungkin bersama sahabatku pada warung internet itu.

Gua bertanya pada penjaga warnet; "Ada yang kosong??"
Kumelihat sekeliling, dan seseorang wanita cantik menjawab; "Banyak!" Penuh senyuman lagi.
Orang kedua yang kulihat pertama kali dengan senyuman menawannya, Velita.